Tuesday, 30 July 2013

My Super Hero Part II

..........

Tiba saatnya saya berangkat ke Kabupaten Tasikmalaya untuk mengikuti perlombaan Baca Puisi dalam rangka Porseni tingkat SD. Lagi-lagi saya menjadi kontestan termuda saat itu. Sebelum masuk ke arena lomba, Kakek Juhria, yang saat itu mengantarku, memberikan mantra yang amat sangat tidak manusiawi, tapi ajaib. "Teh, anggap aja juri-juri itu monyet. Jadi Teteh ga akan gugup". Lalu dengan tingkat pede yang mencapai rating 9 IMDb, saya memasuki ruangan dan mendeklamasikan puisi dengan suara lantang. Saya tidak gugup sama sekali. Saya hanya melihat 3 ekor monyet mencatat sesuatu di secarik kertas sambil sesekali menatap ke arahku. 

Sekitar 2 jam kami menunggu hasil. Akhirnya seorang Bapak bertubuh bulat naik ke atas podium dan mengumumkan hasil perlombaan. Saya berhasil meraih Juara 3 Baca Puisi Tingkat Kabupaten Tasikmalaya. Saya sangat bahagia. Kupegang piala itu tinggi-tinggi. Tak sabar rasanya memamerkannya kepada semua kawan dan guruku dan memajangnya di lemari kebanggaan sekolah.Kutatap wajah Kakeku. Berseri-seri penuh keriangan, keriputnya sangat jelas terlihat, tapi tetap Kakek keliatan sangat gagah.


3 tahun berlalu, saya menginjak kelas 5 saat itu. Seperti biasa, saya menjadi langganan kontestan berbagai perlombaan. Puncaknya, saya dan teman saya Gilang Akbar Darwita menjadi perwakilan Kecamatan Cikalong untuk mengikuti Pemilihan Murid Teladan Tingkat Kabupaten Tasikmalaya. Kami sangat bahagia kala itu. Kami berlatih setiap hari. Pak Dedi dkk mengajariku semua mata pelajaran dengan penuh kesabaran. Kami tidak peduli pulang paling sore. Kami hanya ingin jadi juara. 


Selain mata pelajaran, kami pun harus menguasai salah satu alat musik. Guru-guru di sekolah memutuskan kalau saya harus memainkan kecapi. Tidak terlalu memusingkan buat saya karena Apa pandai bermain kecapi sambil bernyayi lagu Sunda. Saya bawa kecapi tua itu ke rumah. Apa mengajariku dengan telaten. Sesekali saya mengeluh karena jari-jariku sakit terkena senar yang tajam. Tapi semuanya dilewati dengan penuh semangat. Setelah sekitar seminggu berlatih, saya sudah bisa memainkannya sambil menyanyikan lagu Pahlawan Toha. Sungguh senang rasanya bisa unjuk gigi di depan kawan-kawan sekelasku.


Tibalah saatnya hari yang ditungu-tunggu itu, kami berangkat ke Kabupaten Tasikmalaya. Disana saya bertemu dengan kontestan dari SD kota. Mereka sangat elegan dan perlente. Begitu juga guru-guru yang mengantarnya. Beberapa dari mereka memandang kami dengan tatapan nyinyir. Mungkin kami tidak cukup kinclong untuk ukuran anak kota. Mereka tidak tahu saja kalau saya dan Gilang itu pasangan paling kece di Desa Cibeber. 

Hari itu, kami mengikuti tes tulis berbagai macam mata pelajaran. Setelah istirahat sekitar 1 jam, tibalah saatnya untuk tes wawancara dan kesenian. Kulihat beberapa kontestan memasuki ruangan dan memainkan alat musik yang dibawanya. Seorang kontestan puteri, yang empat tahun kemudian saya kenal namanya Rizki Hapsari Nugraha memainkan piano dengan hebatnya. Sebagian dari mereka tak seorang pun memainkan alat musik tradisional. Saya mulai minder dengan apa yang akan kutunjukan. Lalu kulihat Apa dengan wajah penuh senyum mengintip dari balik jendela ruangan sambil menunjukan mimik yang kalau saya tafsirkan seperti ingin berkata "Ayo Teh, tunjukan, Teteh, anak Apa paling hebat." Seketika semangat itu menjalar ke seluruh tubuhku. Tak peduli lagi seberapa mengkilap piano yang mereka mainkan, dan seberapa lusuh kecapi yang kutenteng ini. 

"Martina dari SD Cibeber I" panggil seorang Juri. Saya pun beranjak dan berdiri di depan kedua juri itu. Tangan mungilku menjinjing  kecapi tua yang hampir sebesar diriku. "Silahkan duduk." kata mereka berdua. Saya duduk dan menyimpan kecapi di meja sebelah juri. Mereka menanyakan banyak sekali pertanyaan. Hanya dua pertanyaan yang masih saya ingat. 
Juri     : "Pupuh Sunda itu emang ada berapa?"
Saya   : "Ada 17 Pak, ada singkatannya lho Pak, biar Bapak ingat terus" (ucapku dengan sotoynya :-D)
Juri     : Wah, masa? Cobaaa Bapak pengen tahu." (sambil tersenyum lebar penuh akting)
Saya   : "Mamawigabajulalakidasiaskipadupumi" (mengucapkan tanpa menghela nafas")
             Ma = Magatru, Ma = Maskumambang, Wi = Wirangrong,..........

Saya terus menjelaskan dengan semangatnya ke-17 pupuh itu. Kedua juri itu sesekali tersenyum mungkin saya terlalu cerewet atau apa. Wallohu'alam. Sampai akhirnya, beliau menyuruhku memainkan kecapi. Kumainkan kecapi tua itu, dan kunyanyikan lagu Pahlawan Toha. Sang juri manggut-manggut mendengar alunan kecapi dan lagu yang penuh nilai perjuangan itu.

Akhirnya perlombaan pun usai. Tiba saatnya pengumuman kejuaraan. Saya memegang tangan Apa erat-erat. Kudengar baik-baik pengumuman itu, barangkali namaku disebut. Sampai juara ke-3 diumumkan, namaku tak kunjung dipanggil. Saya ingin sekali menangis. Saya sudah mengecewakan Apa dan guru-guru. Pikirku kala itu. Masih kudengar sayup sayup juri mengumumkan juara ke-2. Saya sudah hampir kehilangan harap. Suara pemberi pengumuman semakin meninggi dan mendebarkan kami semua.

"Daaaan, juara ke 1 Murid Teladan Tingkat Kabupaten Tasikmalaya diraih oleh .............................................................. Martina Herawatiningsih dari SD Cibeber I Kecamatan Cikalong."

Sontak, Apa dan guru-guru memeluku erat. Kulihat mata Apa berkaca-kaca. Saya tak tahan menatapnya lama-lama. Saya pun menuju podium kejuaraan. Salah seorang Ibu berambut pendek pemberi piala berbisik kepadaku. "Cantik ih, mirip Rosalinda". Sampai sekarang kalimat  itu masih terngiang di telingaku. 2 tahun kemudian saya baru tahu Rosalinda itu siapa setelah Bibi membeli TV berwarna dan memasang antena parabola.

To be continued..........




Monday, 29 July 2013

My Super Hero Part I


Dua hari yang lalu, saya mengikuti seminar ESQ: Service From Heart. Materinya berkisar tentang bagaimana melayani dengan hati. Hal yang paling membuat saya terharu yaitu pada saat sang trainer memutarkan sebuah video inspiratif Derek Redmond. Bagi yang belum tahu, dia adalah seorang atlit sprinter yang difavoritkan memenangi lomba lari 400 meter di ajang Olimpiade 1992, Barcelona. Di tengah-tengah race, kakinya mengalami cedera hamstring yang membuatnya tidak lagi bisa berlari kencang. Dia mengerang kesakitan sambil memegangi kakinya. Wajahnya jelas memperlihatkan betapa menyakitkan cedera yang ia alami. Tim medis pun mendekatinya. Tapi Derek tidak menyerah. Dia berdiri lagi dan melanjutkan larinya dengan terpincang-pincang. Dari arah yang tidak diduga-duga seorang lelaki paruh baya menerobos lintasan, mendekati Derek lalu merangkul tubuhnya sambil berkata "You don't have to do this. Well then, we're going to finish this together." Lelaki itu adalah ayahnya, Jim Redmond. 

Video itu mengingatkan saya atas apa yang telah orang tua lakukan untuk hidup saya. Belum pernah rasanya saya menulis tentang kehebatan mereka. Di blog ini, saya ingin berbagi siapa orang-orang yang telah membuatku tegak berdiri, memandang dunia dengan penuh optimis.

Saya terlahir dari rahim seorang Ibu bernama Nenok Susilawati. Beliau seorang wanita cantik berkulit putih yang memutuskan menikah di usia 18 tahun. Ayah saya, gagah berkumis biasa dipanggil Wawan, seorang PNS yang bekerja di Kantor Kecamatan. Saya memanggilnya Mamah dan Apa. Saya dibesarkan di lingkungan keluarga yang sangat bersahaja. Kami tidak berlebih, tapi selalu merasa apa yang kami nikmati sudah lebih dari cukup.

Pada waktu usiaku menginjak 6 tahun, saya merengek minta dibelikan sepeda BMX baru. Saat itu, Apa tidak cukup uang untuk membelikannya. Saya sangat kecewa. Hari demi hari berlalu, saya masih merasa bete dan malas untuk bermain dengan teman-temanku di halaman. Saya sangat iri melihat temanku sudah pandai mengendarai sepeda. Suatu pagi Apa membangunkanku dan menyuruhku keluar. Apa yang kulihat? Sebuah sepeda berwarna pink parkir di halaman rumah panggung kami. Senangnya minta ampun. Saya tahu itu bukan sepeda baru, itu sepeda second karatan yang dicat ulang dengan warna pink kesukaanku. Apa mengecatnya sendiri untukku. :)

Usiaku semakin matang untuk sekolah, Apa memberikanku sebuah buku bersampul pink mirip catatan kredit Bi Karyati, penjual baju kredit di kampungku. Setiap subuh, saya bangun, membuka jendela kayu yang engselnya sebagian hampir copot, duduk menghadap keluar yang masih gelap. Saya mulai belajar menulis di buku kesayanganku itu. Sunguh mengasyikan.

Akhirnya saya pun masuk SD, saya tumbuh menjadi anak periang dan berani. Sekali waktu, seorang teman mengolok-ngoloku karena kebiasaanku menulis di udara. Mereka mengataiku gila. Saya menangis sejadi-jadinya. Sampai rumah, kuadukan semuanya pada orang tuaku. Mereka hanya bilang. "Jangan hiraukan, Teh. Tunjukan kalau Teteh bisa mengalahkan mereka." Besok harinya saya berangkat sekolah dengan gagah berani. Tak kupedulikan lagi ocehan kawan-kawanku itu. 

Setahun berlalu, tibalah saatnya kenaikan kelas. Orang tuaku datang mengambil raport. Mereka duduk di sudut ruangan kelas yang sudah tua itu. Bu Umay, guru SD Kelas 1 mengumumkan juara kelas. Aku berhasil meraih juara 1. Mereka sangat bahagia. Saya pun tersenyum puas.

Pada saat menginjak kelas 2, saya terpilih menjadi salah satu kontestan Lomba Baca Puisi tingkat Kecamatan yang bertempat di Kantor Kecamatan Cikalong. Saya bersaing dengan puluhan orang yang jauh lebih dewasa. Mereka kebanyakan sudah menginjak kelas 5 & 6. Saya sangat minder. Tubuhku paling kecil diantara para kontestan. Tapi Apa, yang saat itu mengantarku, menyemangatiku seperti seorang supporter bola. "Aaaah, mereka mah cuman badannya aja yang besar, Teteh mah kecil-kecil juga jagoan, hebat" bisiknya. Ajaib, saya merasa seperti disuntik kekuatan Saras 008 dan Panji Manusia Millenium, super hero kampung kami. Saya bersemangat dan lantang membacakan puisi di depan para juri. Saya masih ingat baris pertama puisi yang kubaca kira-kira bunyinya seperti ini, "Orang hilir mudik menatapmu......" dengan gaya tangan melambai-lambai ke kanan dan ke kiri. Daaaan, setelah menunggu hasil sekitar 1 jam, akhirnya juri memutuskan saya adalah orang yang berhak mewakili Kecamatan Cikalong di Tingkat Kabupaten Tasikmalaya. Saya melonjak riang, Apa memeluku dengan erat.

To be continued......

Friday, 26 July 2013

I am a Proud Chubbycheeker :)

This time, I wanna talk about something attached to our face, which are cheeks. Are you confident enough with your cheeks? Some people will say yes and the rest says otherwise. The answer might depend on how our cheeks look like. People with perfect cheekbone might enjoy every single angle of photo shoot, choose various hairstyles, wear many different hijab styles, put on any kind of eye wear, etc. Unfortunately, such kind of freedom can't be claimed by chubbycheekers (I name it totally, unequivocally, at my will) :-P. They (including the writer) tend to be picky when they should pose in front of camera, try new haircut, pick up hijab style etc. Speaking of posing in front of camera, chubbycheekers might trick the camera by taking angle into consideration, defy a few degree from the camera, avoid being taken from direct front side. For example: 
The girl in the picture has chubby cheeks, so she takes her picture from a certain angle to make her face thinner. :)
A proud chubbycheeker
Look at her veil style too! It is advisable for chubbycheekers to wear hijab that covers inner cheekbone.
Okay now, how about haircut? Longer hair is the best choice to minimize the fatness of cheek. Multilayer hair will make your cheeks thinner. To add, bangs also play important role to make your face slimmer.

Now, wanna some tips for reducing chubby cheek? Try the following things
    1. regular workout
    2. healthy diet
    3. take a break
    4. sufficient sleep hour
    5. etc.

    However, not all those tips and tricks above entirely apply to me. I'm a chubbycheeker but I have pixie haircut. And I'm doing so good with it. I'm also proud of my chubby cheek. I'm not afraid of taking my whole-side cheek picture. I just chill out and smile. Wanna some secrets?. All you have to do is getting along with what God has given to us. Be thankful, guys. And you'll love it. You are special. Well, I documented it. Look, who's heeeeeere?

     Dilarang protes ya, Mbak, Mas, Bu, Pak

    Next, wanna hear my say about this? In my own view, being a chubbycheeker is not a barrier for being pretty and confident. It has something to do with mind. If we think we're looking good and awesome, so does our aura. Believe me, people around you will feel the aura you sparkle. I always think people can't be physically classified into ugly and pretty. They are just unique. They are beautiful in their own way. Why? Because I'm so sure about the longevity of good deeds and the "untimely death" of good looks. 









    PS: The writer suffers from Narcissistic Personality Disorder and happens to be a proud chubbycheeker.
           I love you, fellas.
           Happy Friday
           Have a blast weekend


    MH
    SD Darul Hikam Library 2.22 July 26, 2013



    Tuesday, 23 July 2013

    Narcisism

    Do you consider yourself narcissistic? If your answer yes, we're at the same shelter. Okay, let's dig deeper understanding about narcissistic itself. The word narcissistic is the adjective form of narcissism, which is a noun. Narcissism originates from "the Greek myth in which Narcissus, a beautiful young man, fell in love with his own reflection in a pool. He died and was changed into the flower which bears his name". (Oxford Advance Learner's Dictionary). Afterwards, narcissism is defined "too much interest in and admiration for your own physical appearance and/or your own abilities". (Cambridge Advance Learner's Dictionary). People who own this criteria are called narcissist. Our next question is is it okay or allowed or harmless to be a narcissist?

    Psychologists view narcissism as one of mental disorder called Narcissistic Personality Disorder (NPD). It is indicated from the following behaviors: 
    1. admiring themselves too much
    2. act out/pose in front of mirror so often
    3. be sensitive to criticism
    4. drama queen
    5. too much acting
    6. antisocial 
    7. boastful/too proud of everything
    8. consider themselves special
    9. etc
    Such kind of behavior is caused by environment and gene. People who live their life with so much admiration around them tend to possess this *"disease". An acute narcissism needs further treatment such as psychotherapy. Okay.....that's enough for "light" reading. I'm not into this study field. :)

    In my opinion, as a late teen not a woman yet haha :), a teacher, being narcissistic could be a solution and danger. People will always try to boost their self-esteem.To make it happen, they try to be confident for everything they have. In this case, narcissism help them look up, stand tall without feeling isolated or humiliated. They won't stoop so low because of having flaw here and there. In my case, educational field,  students who keep boastful about their intelligence or abilities perform so well in the classroom environment. They also can help their friend who belongs to slow learner criteria. 

    But, being overconfident due to narcissism is a danger. People won't be happy because no one likes to be around a braggart. So, be watchful, people. Please do measure your narcissism level.In what level do you belong. If the level is still be tolerable, you're okay with folks around you. Be confident, not overconfident!

    Happy Wednesday... :)



    PS: This writing is inspired from Whatsapp conversation with my fellow teacher. :)


    MH
    SD Darul Hikam Library 9.56 July 24, 2013 

    Monday, 22 July 2013

    Self-Check

    I'm not sure how long I don't write anymore and visited my own blog. I keep blaming hectic schedule for that. It sounds irresponsible, isn't it? I have a bunch of reasons though as to why I "lay dormant" for such a long time. First of all, I am so keen on writing something like drama queen story. I'm easily inspired when something bad happens to me. For example, when I was in college, there were so much turn and twist in my love and life. I didn't like it at all but suddenly I could write something. Some people read my words. Aaaaand the biggest inspiration in my life during that "mellow age" was my ex-boyfriend. Time flies. Gradually, I forget him. Now, we remain best friend, but he doesn't give me a flash of brilliant inspiration. I still can't write.


    Second one, I have ever suffered from "fed-up-with-blog-syndrome". I don't know whether the syndrome applies  to other or not. For such a long time, I don't want to write a single word.

    Third one, I don't know what to write.


    MH
    Darul Hikam 09.47 July 23, 2013