.......
Tidak seperti biasanya, 3 jam perjalanan menuju
rumah terasa sangat membahagiakan. Tak kulepaskan piala kebanggaanku itu.
Kupeluk erat-erat. Apa pun sama. Beliau tampak senang
sekali karena kebanjiran ucapan selamat dari rekan sekantornya yang juga ikut
mengantar lomba. "Putrimu hebat, Wan, untuk pertama kalinya Kecamatan
Cikalong menjuarai Lomba Murid Teladan Tingkat Kabupaten." komentar
teman-temannya sambil menepuk-nepuk pundak Apa. Apa pun tampak tersipu malu dan
sesekali membelai rambutku. Pemandangan yang sangat indah yang pernah
kusaksikan seumur hidupku.
"Saya harus membahagiakan Apa lagi",
gumamku dalam hati.
Setahun berlalu, saat itu saya menginjak kelas 6.
Saya dan kawan-kawan sudah mulai menyiapkan diri untuk Ujian Nasional. Setiap
hari kami mengikuti pengayaan di sekolah dengan Pak Memed, guru paling cool di
sekolah. Beliau jarang sekali marah. Tutur katanya lembut dan meneduhkan. Gaya
jalannya pun seperti lantunan musik Melayu, syahdu dan mendayu-dayu. Ah, kangen sekali sama beliau. Mudah-mudahan beliau selalu ada
dalam lindungan Alloh SWT.
Ketika kami tengah gencar-gencarnya belajar
persiapan UN, pihak sekolah meminta saya dan Novia Herwanti, partner berlatih
tenis meja untuk menjadi perwakilan sekolah dalam rangka memeriahkan Porseni
(Pekan Olahraga dan Kesenian). Kami menjadi peserta Lomba Tenis Meja Double
Putri di tingkat Kecamatan. Dengan mudah, kami bisa mengalahkan lawan-lawan
kami. Kami pun melaju ke tingkat Kabupaten. Disinilah perjuangan kami yang
sesungguhnya. Saat itu, kami masuk ke babak Final dan lawan kami sangat
tangguh. Mereka berasal dari Kecamatan Cibeureum. Gerakan spin mereka sangat
sempurna, kami sedikit kesulitan mengembalikan bola dan sering kali smash kami
melenceng karena putaran bola yang sangat lincah. Selain itu, serve mereka sudah
layaknya atlit tenis meja tingkat dunia.
Kami terus bertahan. Kami yakin datang
bertanding di gedung Dadaha ini bukan untuk kalah. Kami ingin menang. Akhirnya,
jurus serve Patok Ayam pun Kami keluarkan. Perlu diketahui, jurus ini
diwariskan oleh pelatih Tenis Meja kami, yaitu Pak Oton, pelatih kami yang
sangat beringas dan galak. Dengan gerakan seperti ayam mematuk dedak, bat dipatukkan ke samping bola sedikit, sehingga menghasilkan putaran bola
yang sangat liar dan susah dihentikan lawan. Dengan jurus Patok Ayam ini, Kami
mulai melumpuhkan lawan. Sering sekali mereka tidak bisa mengembalikan bola
dengan baik, terkadang netting, terkadang out. Mereka mulai tampak frustasi,
terutama salah satu partner lawan, yang 3 bulan kedepan kuketahui namanya Rahmi mulai menangis karena ketinggalan skor. Kami semakin menggebu. Penonton pun
sangat membludak, karena pertandingan kami adalah pertandingan final yang
terakhir.
Dari balik penonton, tampak gerombolan pria dari
kecamatan lain menunjuk ke arahku dan berteriak "Semangat, Mayaaaaa....ng.
Go Mayaaaa..ng. Huuuuu... Hidup Mayaaaaa..ng." Saya keheranan.
Mereka jelas-jelas melihat ke arahku tapi memanggil nama yang salah. Aaaaa..h saya tidak peduli. Yang penting
saya harus memenangkan pertandingan ini.
Akhirnya setelah pertandingan berjalan cukup
alot, kami berhasil menjadi Juara I Tenis Meja Double Putri Tingkat Kabupaten
Tasikmalaya. Ucapan selamat membanjiri kami. Segerombol pria tadi, yang
ternyata berasal dari berbagai kecamatan pun menyalamiku. "Selamat ya,
Mayang." ucapnya dengan penuh semangat. "Terima kasih, tapi nama saya
bukan Mayang. Nama saya Martina". jawabku lirih. Salah seorang pria
bertopi bertubuh atletis dan memakai topi bertuliskan "tersayang" pun
tertawa lalu berkata "Emang kami ga tahu nama kamu, tapi kamu mirip Mayang
yang di sinetron Tersayang." "oooh....." saya olohok kala
itu sambil mencoba mengingat-ngingat. Dari situ saya baru ngeh, sinetron
Tersayang yang sangat booming kala itu sering juga ditonton Mama dan Bibi.
Pemeran utamanya yaitu Jihan Fahira. Dia memerankan Mayang yang imut, dicintai
namun tetap menderita. Apa mungkin, muka saya bulliable bgt. Aaah...tapi
saya tidak peduli. Saya terlampau bahagia.
Kami pun pulang dengan kemenangan di tangan. Kami
sangaaat senang......Kami sudah menunjukkan kalau orang desa juga bisa hebat,
tidak kalah dengan mereka yang hidup di kota dengan fasilitas yang sangat
lengkap.
3 bulan kemudian, kami dan pemenang dari kategori
yang lain dikarantina di tempat Pelatihan Tenis Meja di derah Cibeureum. Kami
menjalani latihan fisik yang sangat berat, Tiap pagi, kami harus berlari
mengitari lapangan bola sebanyak 12 keliling. Pada awalnya kami sangat
berat menjalaninya. Tapi kami tetap semangat. Kami senang berada di lingkungan
baru dan teman-teman baru.
Sudah hampir seminggu kami menjalani karantina. Kami mulai dekat dengan teman-teman baru, salah satunya dengan Juara 1 Tunggal Putra, Asep Roni Firmansyah, yang kebetulan anak kandung pelatih Kami selama karantina. Semua orang sangat mengagumi kemampuannya bermain tenis meja. Dia masih muda, tapi sangat berbakat. Selain persahabatan, Kami juga mulai terlibat cinta monyet lokasi (this term only belongs to me). Asep Roni diam-diam menyukaiku dan semua orang termasuk para pelatih mengetahuinya. Sering kali Kami diolok-olok tapi Kami senang2 saja karena itu semakin mendekatkan Kami semua.
Pertandingan Tingkat Propinsi Jawa Barat pun semakin dekat, Kami terus berlatih dan memantapkan jurus-jurus andalan. Asep Roni, Meli (Juara 1 Tunggal Putri), Hadi & Saya lupa namanya (Juara 1 Double Putra), Novia dan saya berjibaku untuk menjadi juara.
Kami pun berangkat. Kami sudah siap bertempur. Pertandingan berlangsung beberapa hari di Gedung Lodaya, Bandung. Tim Double Putri berhasil melaju ke babak final. Sementara kategori yang lain tidak ada yang masuk final. Novia dan saya sangat senang bukan main. Kami tidak menyangka bisa mengalahkan lawan-lawan yang sangat tangguh. Rrraaaaaawwwwrrr. Kami bersemangat sekali. Rasa-rasanya saat itu Kami bisa menyemburkan api.
Pertandingan final pun berlangsung. Seperti biasa, pertandingan Kami digelar paling terakhir. Kami ditonton oleh semua kontingen kabupaten se-Jawa Barat. Tim lawan kami berasal dari Kabupaten Bogor. Mereka sangat tangguh, bahkan salah satu dari mereka berhasil mematahkan mental partner saya. Dia menjulurkan lidahnya ke arah Novia. Saya tahu persis dia paling lemah dalam hal mental defence. Sempat beberapa kali Novia tidak bisa mengontrol bola karena hilang fokus karena intimidasi lawan. Saya terus menyemangatinya "Teh Novi, jangan liat cewek yang bengis itu, Teteh pasti bisa." Pelatih pun terus memberi kode agar saya menyemangati Novia. Pertandingan semakin memanas. Kejar mengejar skor membuat pertandingan semakin menegang. Dengan semangat dari supporter, Teh Novi mulai bisa fokus kembali. Kami terus mengumpulkan skor. Tidak tanggung-tanggung jurus Patok Ayam pun kembali Kami luncurkan dan Alhamdulillah, jurus itu seringkali berhasil melumpuhkan lawan. Sampai akhirnya, babak pertama & kedua Kami menangkan dengan skor yang sangat ketat, Kami berhasil mengalahkan pasangan dari Bogor itu. Saya mengepalkan tangan ke atas sambil menghadap ke arah para supporter Kami. Lalu Kami berdua berpelukan. Oh Tuhaaaaaan. rasanya bahagia bukan main. Unbelieveable. Unbelieveable. Tim kontingen pun berhamburan masuk ke arena pertandingan dan mengusung Kami berdua. Kami diarak mengelilingi gedung. Senaaang sekali rasanya. Kami anak desa yang bermodal semangat dan keuletan berhasil menjadi Juara tingkat Provinsi Jawa Barat.
Kutatap semua orang yang ada di gedung Lodaya. Ada satu wajah yang tidak bisa kutemukan. Apa, lelaki paling hebat yang selalu menanamkan rasa percaya diri seminder apapun keadaan saya. Beliau tidak ikut kala itu. Ingiiin sekali rasanya beliau disini, melihat anaknya diarak, di-punggu setinggi-tingginya, disalami sebagai Juara. "Pa.....Ineng hebat kan?" bisikku dalam hati.
.........
Ini adalah sepenggal kisahku tentang perjuangan, persahabatan, kasih sayang dan MIMPI. Se-TERBATAS apapun keadaan Saya, selalu ada Apa, Mamah, keluarga dan sahabat yang selalu berjuang membuatku SEMPURNA.
Apa, Mamah terima kasih untuk semuanya. You're my super hero. I love you to the moon and back.