Sunday 19 December 2010

Neither Masquerade Nor Rusty Can


   
                           

Once, I saw her striding so elegant in a masquerade
Holding a long-handle glass with crimson liquid 
Her laughter echoed the whole ballroom 
Buried under a pile of throng scream 

Once, I saw her crying at the edge of aisle
Holding a plump baby tightly and an empty rusty can
Her mouth muttered a mercy or something
Buried underneath the thickest pain

Once, I asked her
"Who are you?"
Weeping, she answered "I'm a dirty mom"
Sighing, I told her "There's no dirty mom. You're just such a pity "
Staring at me, she said, "Show me to be pretty...."
I said "Just do something cutie...Throw away your mask and rusty can"

Saturday 11 December 2010

Bulan Di Pucuk Gereja

Malam tadi, aku berhasil memergoki bulan bercermin pada kaca gereja.
"Hei, Bulan"  sapaku ramah dari bilik bingkai jendela. 
"Kamu sudah cantik, kenapa masih bercermin?" tanyaku penasaran
"Emmmm...tidak, aku tidak bercermin", ujar sang Bulan
"Lalu?" aku semakin penasaran.
"Sssst...Aku tengah mengintai pria itu." Matanya tajam menatap pria di samping altar yang tengah khusyuk berdo'a.
"ooow...sweet,...U crash on him?" pancingku.
"Tidak...aku punya sedikit urusan dengannya." jawabnya tegas
"Waw...so u come here for business trip, hah?"....
"emhmmm...hahahaha I guess ya." Baru kali ini aku melihat Bulan tertawa. Cantik juga.
"Trus, kenapa pipimu menjadi semerah biji delima?...Grogi?" aku sedikit mengintrogasi
 "Yah, aku sangat grogi." ujarnya
" ...makhluk langit bisa nervous juga..." cetusku 
" Seorang ratu di menara langit menyuruhku memberikan sesuatu pada pria itu. Aku baru menyadari dia setampan itu" 
"hah...u're kidding he's an ordinary lawnmower for this church. How come he has such a sky buddies?"  
"U're wrong. Very wrong. U wont believe until u know what I bring for him.
Kulihat dia mengeluarkan sebuah bungkusan bermotif bintang. "Apa itu?" tanyaku
"something like lover's gift" Bulan menjawab dengan santai
"Ooohhhh....such a coquettish moon." godaku

"Look...once, he was a sky creature. Our queen admired him like insane. Unfortunately, he was ousted due to dirty conspiracy. The sky government has cut his wings harshly and dumped him to this earth.  Now, the queen of Sky has realized the truth. She's dying now. She wanna get him back. She still loves him. Always. " Bulan bercerita dengan sangat lancar. Luar biasa. Dia seperti Oprah Winfrey versi terang.
"Goodness...."...Jadi apa yang kamu bawa untuknya?....

"Sepasang sayap"



Bandung, December 12, 2010
For somebody in somewhere: I just wanna return your wings. I've already noticed that you couldn't be a human. You should be always my guardian angel. No matter how far we are.



Bandung, sore itu.....


Seperti sore-sore sebelumnya dan juga sore selanjutnya, aku masih harus menahan pegal pundakku di depan layar komputer. Shift jaga warnet masih 2 jam lagi. Sudah bosan rasanya melihat tanda f di dalam kotak berwarna biru atau huruf t dengan warna biru menyala. Biarpun OL seharian,  jumlah follower twitterku tak urung bertambah. Tetap 14. Huh. Menyebalkan sekali.Apa harus jadi pemain timnas dulu ya.baru followernya bisa meningkat tajam. Kalian pasti tahu laah siapa yang aku maksud. Yup, bener banget. Irfan Bachdim. Hebat sekali dia. Hanya dengan memasukan bola bundar ke gawang, dia bisa dibahas ratusan kali di infotainment, fotonya dipajang hampir di setiap halaman depan puluhan tabloid wanita. Huft. Nasib.

Yah...Nasib...

Jujur, aku masih belum memahaminya. Terlalu banyak teori tentang "nasib" berjejalan di otaku. Dari mulai teori Mario Teguh sampai teori yang diutarakan pedakwah amatiran berinisial AP di kampusku. Tetap saja, aku masih awam akan definisi kata yang satu ini. Yang bisa kukatakan hanyalah : "Nasib itu abstrak.Titik." Hanya itu yang sanggup terjangkau pengetahuan seorang penjaga warnet amatiran sepertiku. Hmmm. Apa nasib itu seperti angin? Berada dimana saja tanpa menampakan diri. Mungkin saja kan, sekarang nasib tengah duduk manis disampingku dan mengagumi bulu mataku yang lentik. (Numpang narsis aaah). Hehe. Pertanyaannya nasib yang mana dulu yang tengah berada di dekatku. Apa nasib yang berwujud senyum atau sebaliknya. Mana kutau. Pusing ah.

Tiba-tiba, ujung mataku menangkap tanda merah di account Facebook ku. Yes. Ada notification juga. Tak sabar, segera kuklik lalu aku terhenyak ketika mendapati sebuah nama tertulis jelas me-like-post wall ku. Entah apa yang terjadi dengan dadaku, sesak sekali rasanya setelah melihat nama itu lagi. Nama seorang teman yang sudah sekian lama tidak kukunjungi facebooknya. Dulu, nama itu selalu  kutulis paling pertama di searching bar. Entah kenapa , semenjak siang itu tanggal 13 November, aku jadi tidak berminat melihatnya lagi. Sama sekali tidak berminat.

Sekarang, nama itu muncul dengan sendirinya. Bertengger di post wall ku lengkap dengan tanda jempol. Ahhh sialan. Aku jadi ingin melihatnya lagi. Sama seperti nasib, nama itu datang dan pergi sesukanya.Beci sekali aku dibuatnya. Tapi tak apalah. mungkin aku harus berhenti mengagumi fake perfection . Kalian tahu, dulu dia top list idolaku. Aku ngepeeeeen banget sama  dia (Olga Syahputra mode on). Sekarang dia sejajar dengan nama nama lainnya. Sejajar dengan nama Asep Burhanudin , Ujang Tarsa,....

Aku pikir, semenjak siang itu, aku telah menyayat kedua sayapnya. Aku mencabut label angel yang telah kuberikan kurang lebih 6 tahun. Aku berhenti meraba nasib di rupanya yang elok. Aku menangis. Sungguh, Aku masih sangat ingin melihatnya mengepakan sayap. Tapi dia bukan malaikat, He's not bloody saint guy. Dia manusia. Dari dulu dia manusia. Aku yang me-malaikat-kannya.Aku telah membuat nasib lain untuknya.  Maafkan aku, nama itu... Aku telah sangat jahat padamu. Aku hanya belum bisa memahami nasib. 





Tuesday 7 December 2010

Carnival

When carnival overrides silence

Soon, after the carnival,....


In the morning,
We  are like a couple of  pink flamingo in Yucatan Peninsula
Perching beneath the dewy trees
Singing for the flock of butterflies
Flying to the east to greet sun shine

At night,
We are like a set of Chinese porcelain
So delicate but powerful inside
Sleeping only upon the gentlest cradle
Dreaming underneath the mantra of tenderness


Two years after the carnival,
We are still like the pink flamingo,
and the finest Chinese porcelain






Bandung, December 8, 2010
By Martina Herawatiningsih









Friday 3 December 2010

The Rhytm of Hope


When hope is out of reach


When you feel like a pair of dirty boot
Just remember you are the brightest star for your Dad
When people tease you like crazy
Just remember your Mom sings very beautiful lullaby for you

Dry your swampy eyes, mate

You are not alone
You are not at the edge of cliff
Just give me your hand
I'll take you home
I'll make you warm










Bandung, December 3, 2010
Martina Herawatiningsih
Created when yellowish leaves are about to kiss the ground