Saturday 11 December 2010

Bandung, sore itu.....


Seperti sore-sore sebelumnya dan juga sore selanjutnya, aku masih harus menahan pegal pundakku di depan layar komputer. Shift jaga warnet masih 2 jam lagi. Sudah bosan rasanya melihat tanda f di dalam kotak berwarna biru atau huruf t dengan warna biru menyala. Biarpun OL seharian,  jumlah follower twitterku tak urung bertambah. Tetap 14. Huh. Menyebalkan sekali.Apa harus jadi pemain timnas dulu ya.baru followernya bisa meningkat tajam. Kalian pasti tahu laah siapa yang aku maksud. Yup, bener banget. Irfan Bachdim. Hebat sekali dia. Hanya dengan memasukan bola bundar ke gawang, dia bisa dibahas ratusan kali di infotainment, fotonya dipajang hampir di setiap halaman depan puluhan tabloid wanita. Huft. Nasib.

Yah...Nasib...

Jujur, aku masih belum memahaminya. Terlalu banyak teori tentang "nasib" berjejalan di otaku. Dari mulai teori Mario Teguh sampai teori yang diutarakan pedakwah amatiran berinisial AP di kampusku. Tetap saja, aku masih awam akan definisi kata yang satu ini. Yang bisa kukatakan hanyalah : "Nasib itu abstrak.Titik." Hanya itu yang sanggup terjangkau pengetahuan seorang penjaga warnet amatiran sepertiku. Hmmm. Apa nasib itu seperti angin? Berada dimana saja tanpa menampakan diri. Mungkin saja kan, sekarang nasib tengah duduk manis disampingku dan mengagumi bulu mataku yang lentik. (Numpang narsis aaah). Hehe. Pertanyaannya nasib yang mana dulu yang tengah berada di dekatku. Apa nasib yang berwujud senyum atau sebaliknya. Mana kutau. Pusing ah.

Tiba-tiba, ujung mataku menangkap tanda merah di account Facebook ku. Yes. Ada notification juga. Tak sabar, segera kuklik lalu aku terhenyak ketika mendapati sebuah nama tertulis jelas me-like-post wall ku. Entah apa yang terjadi dengan dadaku, sesak sekali rasanya setelah melihat nama itu lagi. Nama seorang teman yang sudah sekian lama tidak kukunjungi facebooknya. Dulu, nama itu selalu  kutulis paling pertama di searching bar. Entah kenapa , semenjak siang itu tanggal 13 November, aku jadi tidak berminat melihatnya lagi. Sama sekali tidak berminat.

Sekarang, nama itu muncul dengan sendirinya. Bertengger di post wall ku lengkap dengan tanda jempol. Ahhh sialan. Aku jadi ingin melihatnya lagi. Sama seperti nasib, nama itu datang dan pergi sesukanya.Beci sekali aku dibuatnya. Tapi tak apalah. mungkin aku harus berhenti mengagumi fake perfection . Kalian tahu, dulu dia top list idolaku. Aku ngepeeeeen banget sama  dia (Olga Syahputra mode on). Sekarang dia sejajar dengan nama nama lainnya. Sejajar dengan nama Asep Burhanudin , Ujang Tarsa,....

Aku pikir, semenjak siang itu, aku telah menyayat kedua sayapnya. Aku mencabut label angel yang telah kuberikan kurang lebih 6 tahun. Aku berhenti meraba nasib di rupanya yang elok. Aku menangis. Sungguh, Aku masih sangat ingin melihatnya mengepakan sayap. Tapi dia bukan malaikat, He's not bloody saint guy. Dia manusia. Dari dulu dia manusia. Aku yang me-malaikat-kannya.Aku telah membuat nasib lain untuknya.  Maafkan aku, nama itu... Aku telah sangat jahat padamu. Aku hanya belum bisa memahami nasib. 





2 comments: