Monday 29 July 2013

My Super Hero Part I


Dua hari yang lalu, saya mengikuti seminar ESQ: Service From Heart. Materinya berkisar tentang bagaimana melayani dengan hati. Hal yang paling membuat saya terharu yaitu pada saat sang trainer memutarkan sebuah video inspiratif Derek Redmond. Bagi yang belum tahu, dia adalah seorang atlit sprinter yang difavoritkan memenangi lomba lari 400 meter di ajang Olimpiade 1992, Barcelona. Di tengah-tengah race, kakinya mengalami cedera hamstring yang membuatnya tidak lagi bisa berlari kencang. Dia mengerang kesakitan sambil memegangi kakinya. Wajahnya jelas memperlihatkan betapa menyakitkan cedera yang ia alami. Tim medis pun mendekatinya. Tapi Derek tidak menyerah. Dia berdiri lagi dan melanjutkan larinya dengan terpincang-pincang. Dari arah yang tidak diduga-duga seorang lelaki paruh baya menerobos lintasan, mendekati Derek lalu merangkul tubuhnya sambil berkata "You don't have to do this. Well then, we're going to finish this together." Lelaki itu adalah ayahnya, Jim Redmond. 

Video itu mengingatkan saya atas apa yang telah orang tua lakukan untuk hidup saya. Belum pernah rasanya saya menulis tentang kehebatan mereka. Di blog ini, saya ingin berbagi siapa orang-orang yang telah membuatku tegak berdiri, memandang dunia dengan penuh optimis.

Saya terlahir dari rahim seorang Ibu bernama Nenok Susilawati. Beliau seorang wanita cantik berkulit putih yang memutuskan menikah di usia 18 tahun. Ayah saya, gagah berkumis biasa dipanggil Wawan, seorang PNS yang bekerja di Kantor Kecamatan. Saya memanggilnya Mamah dan Apa. Saya dibesarkan di lingkungan keluarga yang sangat bersahaja. Kami tidak berlebih, tapi selalu merasa apa yang kami nikmati sudah lebih dari cukup.

Pada waktu usiaku menginjak 6 tahun, saya merengek minta dibelikan sepeda BMX baru. Saat itu, Apa tidak cukup uang untuk membelikannya. Saya sangat kecewa. Hari demi hari berlalu, saya masih merasa bete dan malas untuk bermain dengan teman-temanku di halaman. Saya sangat iri melihat temanku sudah pandai mengendarai sepeda. Suatu pagi Apa membangunkanku dan menyuruhku keluar. Apa yang kulihat? Sebuah sepeda berwarna pink parkir di halaman rumah panggung kami. Senangnya minta ampun. Saya tahu itu bukan sepeda baru, itu sepeda second karatan yang dicat ulang dengan warna pink kesukaanku. Apa mengecatnya sendiri untukku. :)

Usiaku semakin matang untuk sekolah, Apa memberikanku sebuah buku bersampul pink mirip catatan kredit Bi Karyati, penjual baju kredit di kampungku. Setiap subuh, saya bangun, membuka jendela kayu yang engselnya sebagian hampir copot, duduk menghadap keluar yang masih gelap. Saya mulai belajar menulis di buku kesayanganku itu. Sunguh mengasyikan.

Akhirnya saya pun masuk SD, saya tumbuh menjadi anak periang dan berani. Sekali waktu, seorang teman mengolok-ngoloku karena kebiasaanku menulis di udara. Mereka mengataiku gila. Saya menangis sejadi-jadinya. Sampai rumah, kuadukan semuanya pada orang tuaku. Mereka hanya bilang. "Jangan hiraukan, Teh. Tunjukan kalau Teteh bisa mengalahkan mereka." Besok harinya saya berangkat sekolah dengan gagah berani. Tak kupedulikan lagi ocehan kawan-kawanku itu. 

Setahun berlalu, tibalah saatnya kenaikan kelas. Orang tuaku datang mengambil raport. Mereka duduk di sudut ruangan kelas yang sudah tua itu. Bu Umay, guru SD Kelas 1 mengumumkan juara kelas. Aku berhasil meraih juara 1. Mereka sangat bahagia. Saya pun tersenyum puas.

Pada saat menginjak kelas 2, saya terpilih menjadi salah satu kontestan Lomba Baca Puisi tingkat Kecamatan yang bertempat di Kantor Kecamatan Cikalong. Saya bersaing dengan puluhan orang yang jauh lebih dewasa. Mereka kebanyakan sudah menginjak kelas 5 & 6. Saya sangat minder. Tubuhku paling kecil diantara para kontestan. Tapi Apa, yang saat itu mengantarku, menyemangatiku seperti seorang supporter bola. "Aaaah, mereka mah cuman badannya aja yang besar, Teteh mah kecil-kecil juga jagoan, hebat" bisiknya. Ajaib, saya merasa seperti disuntik kekuatan Saras 008 dan Panji Manusia Millenium, super hero kampung kami. Saya bersemangat dan lantang membacakan puisi di depan para juri. Saya masih ingat baris pertama puisi yang kubaca kira-kira bunyinya seperti ini, "Orang hilir mudik menatapmu......" dengan gaya tangan melambai-lambai ke kanan dan ke kiri. Daaaan, setelah menunggu hasil sekitar 1 jam, akhirnya juri memutuskan saya adalah orang yang berhak mewakili Kecamatan Cikalong di Tingkat Kabupaten Tasikmalaya. Saya melonjak riang, Apa memeluku dengan erat.

To be continued......

No comments:

Post a Comment